Thursday, March 26, 2009

Komisi V DPR Takut Polisi Soal RUU LLAJ

Jakarta – Rancangan Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (RUU LLAJ) sedang digarap Komisi V (bidang transformasi dan perhubungan) DPR RI. Namun, terkait pasal kewenangan penggunaan SIM dan STNK tetap dipegang Polri, karena pihak Komisi V DPR tidak bakal berani mengalihkan wewenang tersebut ke Departemen Perhubungan (Dephub). Nampaknya, hukum di Indonesia tidak lepas dari deal-deal kepentingan berbagai pihak.

“Orang-orang (anggota, red) Komisi V DPR tidak bakal berani mengalihkan pengurusan SIM dan STNK ke Dephub. Sebab, saya dengar pihak Polri sudah mengancam DPR, apalagi Komisi V banyak kasusnya yang terdeteksi KPK. Makanya, Polri minta KPK nahan dulu untuk memeriksa oknum-oknum Komisi V. Tapi kalau sampai urusan SIM dan STNK diberikan ke Dephub, kasus-kasus Komisi V akan dibongkar semua oleh polisi,” ungkap sumber di DPR.

Kasus-kasus anggota Komisi V DPR yang sudah ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) antara lain, kasus pengadaan 20 kapal patroli oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Dephub, serta kasus pembebasan lahan hutan lindung bagi pembangunan pusat pemerintahan Kabupaten Bintan, Provinsi Kepri. Bahkan, KPK telah memeriksa Ketua Komisi V DPR Achmad Muqowam terkait kasus dugaan suap pembelian kapal patroli Dephub dengan tersangka anggota Komisi V Bulyan Royan.

RUU LLAJ yang sedang digarap DPR memang mendapat banyak kritikan. RUU ini dinilai kurang mengakomodasi pengembangan angkutan massal karena tidak memasukkan pasal tentang pengutamaan angkutan massal. “RUU LLAJ kurang mengatur masalah pengutamaan angkutan massal di Indonesia,” ungkap Wakil Ketua Masyarakat Transfortasi Indonesia (MTI) Haryo Setyoko dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (27/2).

Menurut Haryo, di banyak kota besar terdapat kenbdala efisiensi dalam penyelenggaraan angkutan. Mestinya, RUU LLAJ mendorong pemerintah dan pengusaha untuk mengembangkan angkutan umum harus lebih besar. Tapi, RUU ini malah tidka mengatur angkutan massal.

Dikemukakan, kendala efisiensi itu membuat sejumlah kota besar di Indonesia kurang memprioritaskan angkutan umum massal dengan trayek yang amburadul. Karena itu, Haryo meminta DPR dan pemerintah memikirkan masalah pengembangan angkutan umum massal melalui RUU LLAJ tersebut. Sejak April hingga kini, RUU LLAJ masih dibahas DPR. Pengajuan RUU LLAJ diajukan Dephub sebagai upaya revisi terhaap UU No. 14/1992 tentang LLAJ.

BAGAIMANA MENURUT ANDA????

No comments:

Post a Comment